SATU
PERBUATAN ANDA MEMBAWA PADA PERTOBATAN SEJATI
Umat katolik saat ini sedang
menyambut masa pertobatan yang ditandai dengan “Rabu Abu”. Dalam Rabu Abu umat
katolik akan menerima tanda pertobatan melalui abu berbentuk salib yang
dioleskan di dahi atau dalam masa pandemi
covid-19 saat ini abu ditaburkan diatas kepala. Saat inilah perjalanan
pertobatan seorang katolik dimulai. Pertobatan itu diwujudkan dalam tindakan
nyata melalui perilaku pantang dan puasa hingga Jumat Agung nanti. Ada banyak
bentuk pantangan, bisa berawal dari hal yang disukai, semisal seseorang suka
berkata kasar, maka dia akan megambil pantang berbicara kasar. Ada juga jika
dia suka makanan tertentu seperti daging ayam, maka dia akan pantang daging
ayam selama masa pra paskah.
Sementaara itu puasa bagi orang
katolik jauh lebih ringan dan bersahabat. Mengapa? Umat katolik saat berpuasa
diperbolehkan tetap makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hanya saja untuk
porsi makan akan dikurangi. Sederhananya begini, satu kali makan kenyang, dan
yang dua kali makan setengah porsi atau seperempat porsi. See? Sangat ringan dan mudah nampaknya!
Mungkin kita dapat melihat bahwa
dalam pantang dan puasa katolik ada sebuah kelonggaran! Ya jelas! Namun, bukan
masalah banyaknya makan yang ingin disorot, tetapi puasa dan pantang dalam umat
katolik lebih menekankan hal “menahan diri”, “mengontrol diri”, dan “menyadari
diri” akan setiap hal yang diperbuat. Menahan diri untuk tidak melanggar
pantang, terlihat sepele, namun jika itu melawan sebuah kebiasaan seseorang
tentunya menjadi sesuatu yang berat. Melawan kebiasaan diri menjadi tantangan
yang harus bisa ditaklukkan. Jika kita mengambil pantangan “berkata kasar” atau
“pantang mengeluh”, banyangkanlah bagaimana perjuangan seseorang tersebut
melawan kebiasaan buruknya selama empat puluh hari dalam masa pantang dan
puasa.
Lebih jauh lagi, perlawanan kebiasaan
buruk ini tentu harus didukung dengan “kontrol diri” yang sangat kuat. Jika
seseorang tidak bisa mengontrol dirinya maka akan selalu jatuh kedalam jebakan
yang sama, jatuh kedalam dosa yang sama
berulang kali dalam hidupnya. Untuk itulah pentingnya mengontrol diri dalam
bertutur kata, bertindak dan berperilaku. Kontrol diri ini akan membawa orang
pada “penyadaran diri”. Yang mana bagi saya ini merupakan titik puncak yang
harus dicapai dalam masa pra paskah.
Menyadari diri, saya menyebut
demikian, tidaklah mudah untuk mencapai fase ini. Memerlukan sebuah usaha keras
melewati dua tahapan sebelumnya yakni menahan diri, dan mengontrol diri. Dalam
fase menyadari diri, seseorang dibawa masuk kedalam dirinya sendiri. Penyadaran
bahwa dirinya berdosa, penyadaran bahwa dia lemah dan selalu jatuh dalam dosa
yang sama (seperti disebut dalam fase “mengontrol diri”). Untuk inilah penyadaran
diri membawa pada pengakuan diri bahwa “ya Tuhan, saya berdosa”, “saya
lemah”, dan “saya butuh rahmat pertolongan-Mu”. “Tersungkur aku dihadapan-Mu
yang kudus. Dalam kegelapanku, dan kenistaanku, aku memohon rahmat kasih-Mu.
Tolonglah aku untuk sedikit menilik terang-Mu”. Itulah yang hendaknya kita
ucapkan pada Tuhan untuk memohon rahmat-Nya, hingga Dia sudi mengulurkan
tangan-Nya.
Percayakah Anda bahwa Tuhan sudi
mengulurkan tangan-Nya kepada kita yang kotor, hina, dan gelap ini? Ya tentu
Tuhan sudi dan berkenan pada umat-Nya yang memiliki niatan bertobat. Wujudkan
tobatmu selama masa pra paskah ini. Bukalah hati, budi, dan pikirmu, kemudian
arahkanlah segenap dirimu menuju jalan pertobatan. Niscaya Tuhan sudi datang
mendengar dan mengulurkan tangan-Nya untukmu. Dan ingat! Dalam tradisi katolik,
wujud pertobatan itu juga hendaklah “diakukan” dan diungkapkan dalam bilik
pengakuan melalui sakramen tobat.
16 Februari 2021
-DDK-
Selamat memasuki masa pantang dan puasa
0 Response to "SATU PERBUATAN ANDA MEMBAWA PADA PERTOBATAN SEJATI"
Post a Comment